Educational development in Indonesia
Perkembangan pendidikan di Indonesia
1. The positive impact of ETIS POLICY/ VAN DEVENTER TRILOGY
Dampak positif Trilogi
van deventer
A. EDUCATION SCHOOL BUILDING IN INDONESIA
B. IRIGGATION
C.EMIGRATION/TRANSMIGRATION
2. The characteristic of western education held in Indonesia during Etis Policy
Ciri2 pendidikan
yg dilaksanakan bgs Barat di Indonesia masa politik Etis
1. Dualism System /Sistem dualisme
2. Gradualism principle/prinsip
gradualisme
3. limited purpose/keterbatasan tujuan
4. concordance principle/Prinsip
konkordansi
5. No systematic Plan/ tidak ada
perencanaan yg sistematis
3.
The kind of education during The Dutch Colonialism
Jenis-jenis pendidikan masa
kolonialisme Belanda
a.
PRIMARY SCHOOLS/SEKOLAH DASAR
1. Dutch / Bahasa belanda
a.
Europeesche
Lagere School (ELS)
b. Hollandsch-Chineesche School (HCS)
c.
Hollandsch-Inlandsche
School (HIS)
2. LOCAL
DIALECT/ bahasa
daerah
a. Tweede Inlandsche School / sekolah ongko loro
b. Volkssch School / sekolah ongko siji
c.
Vervolgs
School/ sekolah
peralihan
d. Schakel School/ sekolah peralihan
b.High SCHOOL /SEKOLAH MENENGAH
1. Sekolah Menengah Umum
a. Meer Uitgebreid Lager
Onderwijs (MULO) = SMP
b. Algeme(e)ne Middelbare
School (AMS) = SMA
c. Hogere Burger School (HBS)
d. osvia= MOSVIA
2. Sekolah Menengah Kejuruan
a.ambachts leergang school / STM / sekolah Tehnik
b. Ambachts school / STM / sekolah Tehnik
c. technisch onderwijs / STM /
sekolah Tehnik
d. kweekschool / sekolah
pendidikan Guru
e. handels onderwijs / sekolah akutansi dan keuangan
f. landbouw onderwijs / sekolah pertania
g. Meisjes vakonderwijs /
sekolah khusus wanita
3.
COLLEGE SCHOOL/ SEKOLAH TINGGI
1. GHS (Geneeskundige
hooge School)
sekolahTinggi
kedokteran di Jakarta/ fak Kedokteran UI, Jakarta
2. RHS
(Rechtskundige hoogeschool)
sekolah
hakim di Batavia/ Fak. Hukum UI
3. THS
(Technische hoogesschool)
sekolah
tehnik tinggi di Bandung/ ITB, Bdg
4. LHS (Landbouw
Hooge School )
Institut Pertanian
Bogor - IPB
Pada saat penjajahan belanda dulu
di Indonesia sempat didirikan berbagai jenis sekolah-sekolah belanda yang
dibagi-bagi menjadi beraneka ragam jenis, yaitu :
1. ELS (Eurospeesch
Lagere School)
atau disebut juga HIS (Hollandsch
Inlandsch School)
sekolah dasar dengan lama studi sekitar 7 tahun. Sekolah ini menggonakan sistem
dan metode seperti sekolah di negeri belanda.
2. HBS (Hogere
Burger School)
yang merupakan sekolah lanjutan tinggi pertama untuk warga negara pribumi
dengan lama belajar 5 tahun. AMS (Algemeen
Metddelbare School)
mirip HBS, namun setingkat SLTA/SMA.
3. Sekolah Bumi Putera (Inlandsch
School) dengan bahasa
pengantar belajarnya adalah bahasa daerah dan lama study selama 5 tahun.
4. Sekolah Desa (Volksch
School) dengan bahasa
pengantar belajar bahasa daerah sekitar dan lama belajar adalah 3 tahun.
5. Sekolah lanjutan untuk sekolah desa (Vervolksch School)
belajar dengan bahasa pengantarnya bahasa daerah dan masa belajar selama 2
tahun.
6. Sekolah Peralihan (Schakel
School) yaitu sekolah
lanjutan untuk sekolah desa dengan lama belajar 5 tahun dan berbahasa belanda
dalam kegiatan belajar mengajar.
7. MULO Sekolah lanjutan tingkat pertama singkatan dari Meer Uitgebreid
Lager Onderwijs dengan tingkatan yang sama dengan smp / sltp pada saat jika
dibandingkan dengan masa kini.
8. Stovia (School Tot Opleiding Van Inlansche Artsen) yang sering disebut
juga sebagai Sekolah Dokter Jawa dengan masa belajar selama 7 tahun sebagai
lanjutan MULO.
Algemeene Middelbare School
AMS adalah singkatan dari bahasa Belanda Algeme(e)ne Middelbare School yang merupakan bagian dari sistem pendidikan zaman kolonial Belanda di Indonesia. AMS setara dengan SMA (Sekolah Menengah Atas) pada saat ini yakni pada jenjang sekolah lanjutan
tingkat atas. AMS menggunakan pengantar bahasa Belanda dan pada tahun 1930-an,
sekolah-sekolah AMS hanya ada di beberapa ibu kota provinsi Hindia Belanda
yaitu Medan (Sumatera), Bandung (Jawa Barat), Semarang (Jawa Tengah), Surabaya
(Jawa Timur), Makassar (Indonesia Timur). Selain itu AMS ada di Yogyakarta
(Kasultanan Yogyakarta), Surakarta (Kasunanan Surakarta) dan beberapa kota
Karesidenan seperti di Malang. Selain itu ada beberapa AMS Swasta yang
dipersamakan dengan Negeri Di provinsi Borneo
(Kalimantan) belum ada AMS.
Europeesche Lagere School
ELS (singkatan dari bahasa Belanda: Europeesche Lagere School) adalah Sekolah Dasar pada zaman kolonial Belanda di Indonesia. ELS menggunakan Bahasa Belanda sebagai bahasa pengantar.
Awalnya hanya terbuka bagi warga
Belanda di Hindia Belanda, sejak tahun 1903 kesempatan belajar juga diberikan kepada orang-orang pribumi yang mampu dan warga Tionghoa. Setelah beberapa tahun, pemerintah
Belanda beranggapan bahwa hal ini ternyata berdampak negatif pada tingkat
pendidikan di sekolah-sekolah HIS dan ELS kembali dikhususkan bagi warga
Belanda saja.
Sekolah khusus bagi warga pribumi
kemudian dibuka pada tahun 1907 (yang pada tahun 1914 berganti nama menjadi (Hollandsch-Inlandsche School (HIS)), sementara
sekolah bagi warga Tionghoa, Hollandsch-Chineesche School (HCS) dibuka pada tahun 1908.
Hogere Burger School
Hogere Burger School (HBS) adalah sekolah lanjutan
tingkat menengah pada zaman Hindia Belanda untuk orang Belanda, Eropa atau elite pribumi dengan bahasa pengantar bahasa Belanda.HBS setara dengan MULO + AMS atau SMP + SMA, namun hanya 5 tahun.
Peraturan pendidikan dasar untuk masyarakat pada waktu Hindia Belanda
pertama kali dikeluarkan pada tahun 1848, dan disempurnakan pada tahun 1892 di
mana pendidikan dasar harus ada pada setiap Karesidenan, Kabupaten, Kawedanaan,
atau pusat-pusat kerajinan, perdagangan, atau tempat yang dianggap perlu
[1].
Peraturan yang terakhir (1898) diterapkan pada tahun 1901 setelah adanya
Politik
Etis atau
Politik Balas Budi dari Kerajaian Belanda, yang diucapkan
pada pidato penobatan Ratu Belanda
Wilhelmina
pada 17 September 1901, yang intinya ada 3 hal penting:
irigrasi,
transmigrasi
[2],
pendidikan.
Pada zaman Hindia Belanda anak masuk HIS pada usia 6 th dan tidak ada
Kelompok Bermain (Speel Groep) atau Taman Kanak-Kanak (Voorbels), sehingga
langsung masuk dan selama 7 tahun belajar. Setelah itu dapat melanjutkan ke
MULO, HBS, atau Kweekschool.
Bagi masyarakat keturunan Tionghoa biasanya memilih jalur HCS (Hollands Chinesche School)
karena selain bahasa pengantar Belanda, juga diberikan bahasa Tionghoa.
Di luar jalur resmi Pemerintah Hindia Belanda, maka masih ada pihak swasta
seperti
Taman
Siswa, Perguruan Rakyat, Kristen dan Katholik. Pada jalur pendidikan Islam
ada pendidikan yang diselenggrakan oleh Muhamadiyah,
Pondok
Pesantren, dlsb.
Jalur Pendidikan HBS
Pendidikan HBS selama 5 tahun setelah HIS atau ELS adalah lebih pendek dari
pada melalui jalur MULO (3 tahun) + AMS (3 tahun). Di sini dibutuhkan murid
yang pandai, terutama bahasa Belanda.
Sukarno merupakan
salah satu murid HBS di
Surabaya sebelum beliau masuk
THS di
Bandung. Pada
waktu itu HBS hanya ada di kota
Surabaya,
Semarang,
Bandung,
Jakarta, dan
Medan, sedangkan
AMS ada di kota
Jakarta,
Bandung,
Medan,
Yogyakarta, dan
Surabaya.
Hogere Burger School
Hogere Burger School (HBS) adalah sekolah lanjutan
tingkat menengah pada zaman Hindia Belanda untuk orang Belanda, Eropa atau elite pribumi dengan bahasa pengantar bahasa Belanda.HBS setara dengan MULO + AMS atau SMP + SMA, namun hanya 5 tahun.
Peraturan Pendidikan 1848, 1892, dan Politik Etis
1901
Peraturan pendidikan dasar untuk masyarakat pada waktu Hindia Belanda
pertama kali dikeluarkan pada tahun 1848, dan disempurnakan pada tahun 1892 di
mana pendidikan dasar harus ada pada setiap Karesidenan, Kabupaten, Kawedanaan,
atau pusat-pusat kerajinan, perdagangan, atau tempat yang dianggap perlu
[1].
Peraturan yang terakhir (1898) diterapkan pada tahun 1901 setelah adanya
Politik
Etis atau
Politik Balas Budi dari Kerajaian Belanda, yang diucapkan
pada pidato penobatan Ratu Belanda
Wilhelmina
pada 17 September 1901, yang intinya ada 3 hal penting:
irigrasi,
transmigrasi
[2],
pendidikan.
Pada zaman Hindia Belanda anak masuk HIS pada usia 6 th dan tidak ada
Kelompok Bermain (Speel Groep) atau Taman Kanak-Kanak (Voorbels), sehingga
langsung masuk dan selama 7 tahun belajar. Setelah itu dapat melanjutkan ke
MULO, HBS, atau Kweekschool.
Bagi masyarakat keturunan Tionghoa biasanya memilih jalur HCS (Hollands Chinesche School)
karena selain bahasa pengantar Belanda, juga diberikan bahasa Tionghoa.
Di luar jalur resmi Pemerintah Hindia Belanda, maka masih ada pihak swasta
seperti
Taman
Siswa, Perguruan Rakyat, Kristen dan Katholik. Pada jalur pendidikan Islam
ada pendidikan yang diselenggrakan oleh Muhamadiyah,
Pondok
Pesantren, dlsb.
Jalur Pendidikan HBS
Pendidikan HBS selama 5 tahun setelah HIS atau ELS adalah lebih pendek dari
pada melalui jalur MULO (3 tahun) + AMS (3 tahun). Di sini dibutuhkan murid
yang pandai, terutama bahasa Belanda.
Sukarno merupakan
salah satu murid HBS di
Surabaya sebelum beliau masuk
THS di
Bandung. Pada
waktu itu HBS hanya ada di kota
Surabaya,
Semarang,
Bandung,
Jakarta, dan
Medan, sedangkan
AMS ada di kota
Jakarta,
Bandung,
Medan,
Yogyakarta, dan
Surabaya.
Tweede Inlandsche School
Tweede Inlandsche School atau
Sekolah Kelas Dua atau
Sekolah
Ongko Loro merupakan
Sekolah Rakyat atau Sekolah Dasar dengan masa
pendidikan selama
Tiga Tahun dan
tersebar di seluruh pelosok desa.
Maksud dari pendidikan ini adalah dalam rangka sekedar
memberantas buta
huruf dan mampu berhitung. Bahasa pengantar adalah bahasa daerah dengan
guru tamatan dari
HIK.
Bahasa Belanda merupakan mata pelajaran pengetahuan dan bukan sebagai mata
pelajaran pokok sebagai bahasa pengantar. Namun setelah tamat sekolah ini murid
masih dapat meneruskan pada
Schakel
School selama 5 tahun
yang tamatannya nantinya akan sederajat dengan
Hollandse Indische School.
Banyak pemimpin Indonesia
dimulai dengan pendidikan ini, misalnya
Adam Malik,
HAMKA,
Suharto, dan
lainnya
Schakel School
Schakel School adalah Sekolah Rakyat untuk persamaan dengan murid
yang berasal dari
Tweede Inlandsche School dan masa pendidikan adalah
selama 5 tahun, sehingga lulusannya dipersamakam dengan lulusan
HIS. Selain itu juga ada
yang dinamakan Vervolg
School atau
Sekolah
Sambungan terutama untuk melanjutkan dari
Volk School atau Sekolah
Rakyat
[1].
Meer Uitgebreid Lager Onderwijs
MULO (singkatan dari
bahasa
Belanda Meer Uitgebreid Lager Onderwijs) adalah bagian dari
sistem
pendidikan
zaman kolonial
Belanda
di
Indonesia.
Pada masa sekarang ini, MULO setara dengan SMP (Sekolah Menengah Pertama). Meer
Uitgebreid Lager Onderwijs berarti "Pendidikan Dasar Lebih Luas".
MULO menggunakan
Bahasa Belanda sebagai bahasa pengantar. Pada akhir
tahun 30-an, sekolah-sekolah MULO sudah ada hampir di setiap ibu kota kabupaten di Jawa.
Hanya beberapa Kabupaten di Luar Jawa yang mempunyai Mulo.
Hollandsche Indische Kweekschool
ada tahun 1848 dikeluarkan peraturan pendidikan dasar untuk Bumiputra, di
mana akan didirikan Sekolah Dasar di seluruh pelosok Hindia Belanda. Untuk
memenuhi keperluan guru, maka didirikan
Hollandsche Indische Kweekschool
(
HIK) atau
Sekolah Guru Bantu (
SGB).
sejarah Kweekschool di Hindia Belanda
Pada 1834, berkat VOC dan para missionaries berdiri sekolah pendidikan guru
(kweekschool) Nusantara. Pendidikan guru ini mula-mula diselenggarakan di Ambon pada 1834. Sekolah ini berlangsung sampai 30 tahun
(1864) dan dapat memenuhi kebutuhan guru pribumi bagi sekolah-sekolah yang ada
pada waktu itu. Sekolah serupa diselenggarakan oleh zending di Minahasa pada
1852 dan 1855 dibuka satu lagi di Tanahwangko (Minahasa). Bahasa pengantar yang
digunakan sekolah di Ambon dan Minahasa adalah
bahasa Melayu. Sebagai kelanjutan dari Keputusan Raja, tanggal 30 September
1848, tentang pembukaan sekolah dasar negeri maka untuk memenuhi kebutuhan guru
pada sekolah-sekolah dasar tersebut dibuka sekolah pendidikan guru negeri
pertamama di Nusantara pada 1852 di Surakarta didasarkan atas keputusan
pemerintah tanggal 30 Agustus 1851. Pada waktu sebelumnya, Pemerintah telah
menyelenggarakan kursus-kursus guru yang diberi nama Normaal Cursus yang
dipersiapkan untuk menghasilkan guru Sekolah Desa. Sekolah guru di Surakarta
ini murid-muridnya diambil dari kalangan priyayi Jawa. Bahasa pengantarnya
adalah bahasa Jawa dan melayu. Sekolah ini pada 1875 dipindahkan dari Surakarta ke Magelang.
Setelah pendirian Sekolah guru di Surakarta berturut-turut didirikan sekolah
sejenis di Bukitinngi (Fort de Kock) pada 1856, Tanah Baru, tapanuli pada 1864,
yang kemudian ditutup pada 1874, Tondano pada 1873, Ambon pada 1874,
Probolinggo pada 1875, Banjarmasin pada 1875, Makassar pada 1876, dan Padang
Sidempuan pada 1879. jenis sekolah ini mengalami pasang surut karena adanya
perubahan kebijaksanaan pemerintah dalam bidang pendidikan sehingga beberapa
sekolah ditutup dengan alasan penghematan keuangan negara. Kweekscool yang
ditutup terletak di Magelang dan Tondano pada 1875, Padang Sidempuan (1891), Banjarmasin (1893), dan Makassar (1895). Penutupan sekolah ini akibat dari
malaise. Di Kweekschool, bahasa Belanda mulai diajarkan pada 1865, dan pada
1871 bahasa tersebut merupakan bahasa wajib, tetapi pada 18885 dan pada 1871
bahasa tersebut tidak lagi merupakan bahasa wajib. Pada dasawarsa kedua abad
ke-20, bahasa Belanda bukan lagi hanya bahasa wajib melainkan menjadi bahasa
pengantar. Pemerintah Hindia Belanda tidak banyak campur tangan terhadap
pendidikan guru bagi golongan Eropa, dan diserahkannya kepada swasta. Pada
akhir abad ke-19 pemerintah hanya menyelenggarakan kursus-kursus malam di Batavia (1871) dan Surabaya (1891). Oleh
pihak Katolik didirikan kursus-kursus di Batavia,
Semarang, dan Surabaya (1890).